Ahyat Najibi
Apakah Bidadari berkerudung ?
Hangat
garis jingga semakin melebar dari celah pintu kamar yang terbuka, hangat
persujutan terasa ditelapak tangan
kiriku. Sejuk air wudhu menghapus setengah rasa penat sepulang sekolah tadi.
Jam seginilah kelas usai dan aku sampai dirumah, memang sih gak setiap hari,
kadang lebih petang dari ini.
Jalan
pulang tidak pernah buatku bosan, musim apaun itu dan kapanpun. Selalu ada
jingga sore disisi sebelahku dan juga daun-daun kering yang jatuh dipinggiran aspal
dekat persimpangan terakhir jalan ini. Ada juga kisah-kisahku yang terpikir
sambil tersenyum sendiri dengan sisa tawa hari ini dibalik kaca helm, entah
tentang apa atau siapa. Kenapa juga selalu saat dijalan pulang itu ceritanya
lengkap seperti catatan harian yang gak ketulis dan sekejap saja hilang terbawa
angin.
angin.
Bukan
beristirahat kalau cuma melepas penat saja tanpa memeluk gitar. Aku selalu saja
rindu suara lembut senar nilon digitar klasikku ini. Apapun suasananya,
masalahnya dan apaun itu selalu berakhir indah dan lengkap bila aku bercerita
dengan si klasik ini. Terhenti sembari mengingat jalan kunci-kuncinya dan
memperlambat petikanku.
Sepintas
berlalu dibenakku, teringat saat jam istirahat tadi berakhir. Kesekian kalinya
senyum manis seseorang membuat waktu berhenti, senyum manis didepan pintu kelas
itu membisukan bumi dimataku. Berjalan
sambil tertegun melihat canda hangatnya bersama Rian tanpa mempeduli padaku.
Bukan ini kali pertamaku melihatnya, tapi baru kali ini aku terkagum padanya.
Gadis manis dengan gaya kerudung yang sangat pas dengannya hari ini dan juga rapi.
Tak semua teman dikelas baru ini kukenal baik terutama dia.
Una,
begitu kami memangilnya. Tersenyum manis khas dengan mata yang hampir terpejam berpaling
menatap arah suara datang. Namanya
Khusna , orangnya periang dan suka bercanda meski tak banyak bicara. Kadang
juga seperti tak mempeduli dengan apa yang disekitarnya terutama denganku,
mungkin karna kami belum cukup akrab. Satu hal yang mulai kusuka darinya juga
adalah cantiknya yang sempurna dilengkapi kerudung putih seragam sekolah yang
rapi dan senyumnya tadi.
Lantunan
ayat-ayat bersuara dimesjid seiring jingga mulai terhenti berwarna.
Menyadarkanku tentang menbenak diskripsi Khusna dan menghentikan petikan gitar
yang dari tadi mulai tak karuan. Kuletakan gitar disudut kamar, menggantikannya
dengan handuk dan bergegas menuju kamar mandi.
Kamis
subuh waktu yang cukup sibuk. Habis mandi, sholat subuh langsung kubuka catatan Kimia, cuma sekedar meyakinkan
mengingat rumus dan teori karena hari ini ada ulangan harian janji Pak Saif.
Aku mempersiapkan bekal makanku juga untuk hari ini, untung ibu udah masak.
Hari ini aku juga kena piket, jadi harus pagi-pagi berangkatnya.
Bunyi telpon menyelang pagiku, ternyata dari
Aldi
“
Ka .., Ka.. ,Eka .. Halo.. Ka!.” Berteriak dengan suara panik
“ Iya
.. iya.. Ada apa Di, tumben pagi-pagi nelpon ?.” sahutku
“
Lo jemput gue hari ini, motor gue lagi dibengkel “ pinta Aldi padaku
“
Oke sip, tapi jam setengah tujuh kita berangkat, gue hari ini kena giliran piket
“
“
Iya deh, dah..” menutup telpon.
“Pagi-pagi
nelpon, udah gak pake salam lagi. Dasar Aldi” gumamku sambil meletakan HP
diatas meja.
Setelah
semuanya siap aku pun berangkat. Kupacu motor matic ini melewati jalan biasa,
embun bergaris dicahaya lampu dan juga menusuk kekulit merambat menembus baju
hangat dan seragam Sasiranganku. Kabut nafas sesekali kubersihkan dikaca helm,
dan juga embun yang tersentuhku. Aku sampai dirumah Aldi menjemputnya, kami
langsung menuju sekolah.
Sampai
disekolah kuparkirkan kendaraanku, masih sepi hanya beberapa motor yang suadah
parkir disini.
“
Thanks ya Ka, dah.. gue kekelas ya !.” Aldi turun dan berjalan kekelasnya
“
Iyo.!.” aku menyahut tanpa menolehya, kami menuju kelas masing-masing.
Berjalan
pelan dihalaman sekolah sepi ini sambil menyimpan tangan dibalik baju hangat serapat rapatnaya. Nafasku masih berkabut,
“Allhamdulillah,
semoga sejuk kaya gini sampai siang nanti “ gumamku sambil menggigil dan
tertawa kecil.
Pintu
kelas terbuka dari tadi, terlihat cukup berantakan habis kemarin jam terakhir ada
kerja kelompok, jadi cukup hancur susunan mejanya. Perlahan kususun kembali dan
kuangkat tiap-tiap kursinya keatas meja. Ketukan dipintu yang terbuka membuatku
berpaling dan menjawab salamnya. Senyum manis yang kukenal, dengan khasnya itu.
Una , dia meletakan tasnya dan segera mengambil sapu dari pojok ruang kelas dan
mulai menyapu.
Syukurlah
aku cepat tersadar dari lamunan singkat memperhatikannya, aku kembali mengakat
kursi-kursi ke atas meja sambil sesekali meliriknya. Una terlihat biasa saja,
entah tak sadar aku sesekali memperhatikannya atau sengaja cuek. Menit-menit
kesepuluh kami masih sibuk dengan pekerjan kami, dan masih membisu dalam dingin
suasana, dari pintu datang lagi Heksa namun dia bilang mau makan dulu ke kantin
dan meninggalkan lagi kami dengan bekunya.
Aku
memberani mencairkan suasana dan membuka bicara.
“
Un, Kamu udah belum belajar Kimia. ? “ tanyaku sembarang
“
Em.. udah dong, kan hari ini ada janji sama Pak Saif.. hehe “ dia tertawa kecil.
“
Cie tumben. “ ledekku santai sekali
“
Tumben apaan ? kamu ngira aku gak suka belajar ya? “ nadanya naik
“ Jangan marah dong Un, aku Cuma becanda kali.”
Aku meninta maaf
“
Hahaha.. Kena kamu, aku juga becanda.” Dia tertawa dan memecah kebekuan tadi.
“
Ngomong-ngomong nama kamu Eka kan?” dia bertanya dalam canda kami tadi
“ Yah
, emang kamu gak tau? “ sudah kuduga dia tak begitu tau tentang aku
“
Cuma mau ngeyakinin aja , ya udah kita terusin nih kerjaan biar cepet selesai”
jawabnya singkat.
Kami
meneruskan merapikan dan membersihkan kelas lagi, kami dibantu oleh Heksa dan Winda
mengerjannya dan semunya tanpa terasa cepat selesai. Selain piket aku dan Khusna
juga sering sekelompok belajar dengan dia. Kami akrab seperti dia dan teman-teman
yang lain, hanya saja aku yang mulai mengharap lebih dalam hati.
Baris-baris
puisi banyak tentangnya, hingga sering ku berdo’a sehabis sholat adalah juga
tentangnya dan harapku. Dalam diam dan canda kujadikan dia bidadari dalam hati.
Mencerna nalar dan memikirkan tentang beberapa ayat di Al-Qur’an dan Hadist Allah
SWT menjelaskan tentang Bidadari,
digambarkan dengan sosok wanita yang sangat cantik, namun tak dijelaskan lebih
jauh tentang rupanya. Yang menyimpan tanya adalah “ jika apakah bidadari
secantik Una mungkin jawabnya adalah
lebih, namun apakah bidadari berkerudung seperti Una. Sifatnya, Sikapnya
, dan senyumnya seperti Una?”. Ya Allah semoga Una menjadi Bidadariku.
0 komentar:
Posting Komentar