Cerpen : Bidadari Hujanku

Bidadari Hujanku (rasa yang tak sampai padanya )



                Sore itu aku dan beberapa teman sekelas masih menunggu hujan reda. Dengan canda hangat kami, cukup membuat kami sedikit lupa waktu. Hujan masih belum berhenti dan masih menahan kami didepan ruang kelas ini.Kejenuhan mulai datang perlahan saat aku mulai termenung bosan melihat hujan dari pantulan jendela kaca. Melihat titik demi titik air yang turun derasnya, hingga sebuah senyum simpulyang cukup manis menbuatku berpaling kesisi lain. Dari balik tirai buram hujan suara tawanya dan candanya samar merdu diteligaku.

                Sejuta tanya untuknyadariku dalam hati, sang pemilik senyummanis itu. Bidadari hujan yang kuharap tersenyum padakudan menyapaku. Hujan perlahan reda, kami semua terbebas dari hujan dan bergegas untuk pulang. Akupun terpaksa berhenti dari lamunanku karna diapun mulai beranjak untuk pulang. Senja pulang bersamaku, belum sirna bayangan wajahnya sebagai teman dijalan pulang. Sorot lampu kendaraan terpantul dijalanan yang basah dan genangan airnya yang masih tertiki gerimis lembut, menyilaukan. Belum malampun terasa gelap karna mendung hitam awan awan hujan ini diatasku. Tak terasa belokan terakhir depan rumahkupun kulewati, sampai dirumah lelah sekejap sirnakan kejadian tadi dibenakku. Mandi dan beristirahat cukup bantu redakan juga lelahku , tidur setelah semua tugas selesai.
                Mentari dan jam alarm membangunkanku, pagi yang baru dan sejuk. “Pasti hari ini tidak hujan “ gumamku dalam hati, bersiap untuk berangkat sekolah. “tring...” HPku berbunyi ,sebuah pesan singkat yang ternyata temanku Adi “ sepeda motorku bocor, kamu bisa kan jemput aku hari ini. “ kubalas hanya dengan huruf Y , akupun langsung menuju rumah adi yang kebetulan satu arah kesekolah.
                Sesampai kami disekolah, dengan tergesa-gesa Adi langsung pergi kekelasnya , katanya dia piket. Aku pun menuju tempat parkir dekat kelasku.  Entah keberuntungan atau yang lainnya, dengan jarak yang sangat dekat senyum manisnya yang kemarin itu membuka warna baru dipagi ini. Walau hanya sekilas lewat didepanku yang sedang memarkirkan motor, entah untuku dia tersenyum sambil berjalan melewatiku yang tercengang. Kurasakan jantung berdetak jelas,gugup dan takkaruan.  mungkin kujatuh cinta.Disisi lain kubetanya pada diri sendiri,apakah aku jatuh cinta pada pandangan pertama pada sang bidadari hujanku itu. Mungkin hanya sekedar sepintas rasa suka ataupun kagum, tapi kurasa kali ini sangat berbeda. Hanya sekedar warna senyum yang manis, sangat buatku terpesona padanya dan senyumnya.
                Bel berbunyi memaksa lagi hilangkan lamunanku dan paksaku masuk ruang kelas. Lama pelajaran hari ini tak cukup terasa, karna hari yang perlahan mulai mendung merenggut cahaya cerah tadi pagi. Wajahnya dipapan tulis terbayang saat pagi tadi melintas didepanku, gila kurasakan hanya karena sebuah senyum dari adik kelas yg baru kutemui. Hujan lagi lagi turun dan mengusik telingaku , cukup mengganggu dan dinginpun jadi musuh lagi.
                Bel pulang terdengar samar terganggu bunyi hujan, aku yang sedari tadi melamun tertinggal jauh menulis apa yang ada dipapan tulis. Kesal pada diriku sendiri, namun kupaksakan secepat mungkin karna cuma aku yang tertinggal didalam kelas . hujan pun juga menahanku di teras kelas sendiri, kupaksakan tak takut hujan ntuk sampai menuju parkiran.  Jarak rumahku yang tak terbilang dekat membuatku berfikir ulang untuk pulang , kuputuskan hanya duduk disini dan menunggu hujan. Memarahi diriku sendiri dalam hati, terkejut saat seseorang berpayung ditengah hujan berlari menuju parkiran yang teduh ini. Lagi lagi dibalik payung itu gadis manis yang ada dalam lamunanku, malu dan terjadi lagi kegugupan buatku membisu. Kutatap  wajahnya yang basah dan kerudungnya yang juga basah terkena hujan. Hanya senyum balas untuk tatapanku, masih membisu disampingnya.
                Mengumpulkan sejuta keberanian melebihi tetes hujan hari ini, akhirnya kubuka percakapan sambil menawarkan jaket yang kupakai untuk tubuh mungilnya yang kulihat sedikit menggigil kebasahan.  “ ini pakai jaket kakak, kamu kelihatannya kedinginan banget”  ucapku sambil melepaskan dan menawarkan jaketku. “iya ka, makasih” menyambut jaket dan memakainya. “ nama kamu siapa dan dari kelas sepuluh berapa?” tanyaku. “aku tari dari kelas sepuluh A , kalau kaka?” tanyanya balik. “ kaka kelas sebelas B” jawabku. Panjang lebar kami bercakap, dan aku sesekali menertawakanya yang berbicara sambil sedikit menggigil. Senyumya benar benar manis, saat ku sarankan untuk melepaskan kerudung karna basah, dia menolak dengan senyum “ rambut itu aurat wanita  kaka, jadi gak boleh dilihat lawan jenis”. “ maaf , tapi kamu kelihatannya sangat kedinginan” jelasku padanya.
                Hujan perlahan reda dan  waktu tak terasa bersamanya,  gelap mulai hadir kami pun berpisah disini karena hari yang mulai senja mengharuskan pulang meski masih bergerimis. Ucapan sampai jumpa lagi tak sempat terucap, dan kusarankan dia untuk menbawa saja jaketku yang dikenakannya. Aku pulang dengan hangat meski ditengah gerimis dan angin senja. Indah jingga terlihat di celah awan hitam langit barat, menyuarakan senyumku dijalan pulang.
                Membuka bungkus kopi dan hirup sejenak aromanya, menyeduhnya dengan air hangat dan gula cukup meredakan masuk anginku. Tersenyum sendiri mengingat kejadian tadi, betapa bahagia mentari hadir ditengah dingin hujan bersamanya. Hangat canda tadi yang taingin kulupa , berbeda dari yang lain senyum manisnya sekali lagi penuh harapan untukku, walau hanya sedikit itupun berarti.
                Kejadian itu membuat kami lebih akrab, Tamanya Mentari teman teman memanggilnya Tari, dia adik kelasku , orangnya cukup humoris dan yang membuatku kagum adalah prestasi dan beberapa bakatnya. Terlebih wajah manisnya berhias senyum dilesung pipinya rasa sukakuyang semakin dalam dan berbuah rasa tak tersampaikan. Hari berlalu antara kami sebagai sahabat , sedekat mungkin menunggu dia menyadari perasaanku ini. Tak kunjung tersampaikan olehku meski munkin dia pun memendam rasa yang sama, aku terlalu pengecut dan takut bila harapku cuma sebelah .
                Beberapa bulan hari kenaikan kelas, aku sekarang dikelas XII. Bulan bulan berikutnya dikelas baru dan hari hari yang padat penuh persiapan ujian akhir, tanpa memberi tahu Tari aku sedang fokus untuk ujian aku tak pernah lagi berkomunikasi dengnnya.  Diapun mungkin memahamiku, kuharap.  Ujian akhir menantiku dan kini kuhadapi dengan kesiapan yang matang. Setelah menunggu hasil ujian, tak sia sia perjuanganku dan aku lulus dengan nilai cukup bagus.
                Dibenakku ada satu lagi yang sangat mengganjal,  sang bidadari hujan yang sangat kucinta namun tak tersampaikan. Membuang jauh ras takut dan pengecut ini, kubulatkan rencana untuk menyataknan segenap rasaku. Menyiapkan segenap nyawa dan rencana dan juga keberanian menghaapi apapun hasilnya.
                Hari perpisahan kami pun datang, hari yang kuharap bukan hari perpisahan tapi hari bahagiaku. Dengan bunga mawar walau cuma setangkai, bunga mekar  yang berwarna merah sebagai lambang penyampaian perasaan. Kutemui Tari disaat dia sendiri berdiri didekat panggung , dengan satu tangan dibelakang menggengam mawar tadi. “Tari udah lama kita gak komunikasi, aku kangen..hehe, aku mau bilang sesuatu sama kamu , ini tentang ...”. belum sempat selesai ,dia memotongnya  “aku juga mau bilang sesuatu ka, aku bahagia banget. Aku mau kenalin orang yang spesial, kami baru aja jadian, aku seneng banget ka”, celotehnya. Membisu , Cuma membisu aku menggenggam mawar yang hampir jatuh. Remuk jantunngku ditempat ini juga, hari perpisahan segalanya tentang dia dan teman yang lain. Menangis dalam hati, pandangan kosong tanpa air mata. “ada apa ka? Kaka gak seneng?” tanyanya bingung melihat ekspresiku.  Memasang wajah bahagia dengan terpaksa “ kaka bahagia kalo kamu bahagia “. Akupun mencari alasan untuk pergi dari tempat itu, sejak saat itu hatiku dan perasaan ku tertinggal di SMA ini tanpa pernah sampai dan diketahuai.
               
               


karya M Ahyat Najibi







Artikel Terkait:



0 komentar:

Posting Komentar